“Wah, gak nyangka yah dia itu cewek panggilan? padahal tampang alim
dan anggun, Ck Ck Ck…” demikian terperangahnya orang-orang setelah tau. Tetangga saya berparas cantik, seksi, anggun, keren, usia 30an.
Enam bulan kemudian baru tau ternyata dia call girl di hotel “M” di
jalan Matraman Raya Jakarta Timur seberang Toko Buku Gramedia.
Belakangan pindah ngetem di grup hotel yang sama di Jalan Pramuka
Jakarta Timur. Dia ngaku sendiri profesinya, menyebut siapa
pelanggannya, makanya kami tau. Itu kejadian pertama saya kenal
call-girl (gadis panggilan) kelas atas karena rumah kami dempetan awal
1990an.
Siapapun Anda sulit menduga dia wanita panggilan, jalan abis isya pulang
abis shubuh, antar jemput sedan Eropa. Dandanan dia layaknya wanita
karir, gak ada tampang, maaf, perempuan nakal. Hanya bila kita
ngobrol-ngobrol menjurus wilayah selangkangan baru ‘deg’ ada sinyal ke
arah dunia mesum buat cari duit. Bisa jadi Anda kasihan koq secantik dia
mau-maunya menjalani hidup yang dia sadari memalukan.
Bahwa dia ngetem di hotel “M” dengan booking kamar duluan tidak perlu
dipungkiri. Dia punya kalkulasi akurat. Bila room rate Rp.200.000-/malam
pasti untung karena bisa melayani laki Rp.500.000,- per 5 jam. Apalagi
pelanggan adalah pejabat negara pasti ada bonus barang berharga: jam
tangan, sepatu, tas, fashion product.
Walaupun ada bukti pemilikan harta barang mewah tapi sulit membuktikan
bahwa benar pejabat X dan Y yang jadi pelanggan di kamarnya. Semua serba
tertutup, pejabat tidak meninggalkan bukti check-in karena si cewek
yang ngedaftar sebagai tamu hotel di Front Desk. Lagian sudah lumrah
pejabat nyelonong masuk hotel dari pintu belakang dekat parkir agar
lolos dari pandangan mata publik.
Lain lagi gaya mahasiswi
Sebuah hotel “S” di jalan Soepomo Jakarta Selatan dulu terkenal buat
ngetem “mahasiswi mandiri”. Maksudnya mandi sendiri sambil ngantongi
duit setelah dibayar lelaki usai kelonan dalam kamar hotel. Kebanyakan
mahasiswi Universitas “S” jurusan perhotelan dan pariwisata di sekitar
hotel “S”. Mereka masih sweet seventeen dan pandai menyamarkan “punya
kerja” sambil kuliah. Mereka sangat tertutup tapi mau nitip nomer telpon
kepada Front Officer hotel buat terima order “bobo-bobo siang”.
Pernah saya ketemu satu mahasiswi tsb, ya ampun, tampangnya lugu amat
dan baby face lagi. Gak nyangka deh dia mau begitu. Kebetulan saya kenal
GM Hotel jadi saya tau dia ninggalin nomer telpon buat terima order.
Konon 20% masuk jatah preman staff hotel dan 5% buat Satpam hotel. Demi
keamanan siapa tau ada razia polisi.
Mereka pilih pilih lelaki yang mau dilayani.
Biasanya liat dulu dari jauh tampang si laki kayak apa. Kalau tidak
cocok order batal biasanya dengan alasan bahwa sudah keduluan order
orang lain. Tapi langganan tetap bisa menjurus ke rumah tangga apabila
si laki mau terima bad background si cewek sebagai istri.
Call girl independent
Kalau dulu carl girl dikoordinir mamih dan papih muncikari, jaman
sekarang pada maunya independent. Mereka beroperasi dari rumah.
Komunikasi cukup pakai HP yang gonta ganti nomer. Mereka baru ke hotel
dan apartement kalau dapet order. Jadi kian sulit diterka karena
kerahasiaan kian ketat. Ada ibu-ibu rumah tangga, ada mahasiswi, ada
wanita kantoran, ada artis figuran. Tapi bukan berarti tidak bisa
“dititeni” atau dicirikan. Terutama bila Anda lama di hotel maka Anda
mampu membedakan mereka. Sorot mata mereka punya ciri sendiri ketika
mereka sedang cari pelanggan.
Tarif jutaan rupiah
Kebanyakan pengusaha dan pejabat demen menggaet carl girl independent.
Soalnya samar. Tarif jut-jut-jut tidak masalah wong rahasia dijamin
inih. Bisa buat nemenin kondangan, menghadiri seminar, deal bisnis, dll.
Alasannya bilang aja partner kerja. Tapi tujuan utama tetap satu: love
affair berbayar sesuai tarif pulsa.
Mereka yang pernah saya ajak bicara umumnya ingin segera hidup normal.
Tapi sadar tidak mungkin cabut dari dunianya sekarang tanpa kehadiran
lelaki yang mau mengentaskan mereka. Masalahnya bagi lelaki pelanggan
mereka umumnya adalah ini: tidak percaya si cewek bisa hidup normal
dengan menolak sex order dari lelaki lain.
Dulu mainannya di hotel-motel-rumahsusun cukup kasih uang. Sekarang
mainannya di apartement agar lebih ekslusive dan amat samar-samar. Misal
di sekitar Jalan Rasuna Said Jakarta Selatan tempat hunian orang asing.
Malah ada cewek lho yang dibeliin mobil dan rumah buat jaminan/agunan
status “pelanggan tetap”. Ehm!
***
0 komentar