Ilustrasi (ackrockefeler.com)
Jayapura, Jubi – Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), perwakilan
Papua di KontraS Jakarta, Elias Ramosta Petege mengatakan, kebijakan
Politik luar negeri Indonesia terhadap gerakan separatis berbeda-beda
dan diskriminatif. Dimana Indonesia pro aktif mendukung gerakan
kemerdekaan Palestina dan Front Pembebasan Bangsa Moro Philipina Selatan
dan menomorduakan atau merasa apatis dengan gerakan separatisme di
Papua.
Seperti yang sudah ketahui bersama, kata Petege, Indonesia telah
memberikan bantuan berupa logistik, dana hingga ambulans kepada
Palestina dalam memudahkan perjuangannya. Bahkan Indonesia pun mengakui
kemerdekaan Palestina dan menyediakan tempat untuk membuka kantor
kedutaan Palestina di Jakarta, kata Petege, Minggu (16/11) saat
dihubungi melalui telepon selulernya.
“Jika Palestina sudah dibuat seperti itu berarti semestinya Indonesia
juga mendukung gerakkan upaya damai seperti dialog bagi Papua. Karena
kita sama-sama manusia,” lanjut Petege.
Lanjut Petege, semua aturan itu sudah jelas seperti UUD 1945 tentang
hak kebebasan politik bagi setiap bangsa di dunia. Piagam PBB, Kovenan
Internasional tentang hak-hak sipil seperti hukum internasional (HI)
tentang hak-hak sipil atas ekonomi dan politik sudah menjamin untuk
hidup manusia.
“Jadi, pemerintah harus menghargai martabat Papua sesuai dinamika hidup,” tambahnya.
Sementara itu, pengamat hukum Universitas Cenderawasih, Yusak Reba
mengatakan, dukungan Indonesia terhadap Palestina itu sah-sah saja.
Karena Palestina dalam hukum Internasional (HI) bisa disebut biligrent
yang memiliki subjek HI untuk dapat membangun diplomasi dan
hubungan-hubungan politik dan ekonomi secara internasional dengan setiap
Negara, PBB dan organisasi-organisasi secara internasional termasuk
dengan Indonesia. “Presiden Jokowi oke-oke saja memberikan dukungan
kepada Palestina dan setiap negara secara internasional demi membangun
kepentingan negara,” kata dosen HI itu, Minggu (16/11) di Jayapura.
Lanjut Reba, Papua tidak sama Palestina, Papua tergolong dalam kaum
insogrent, yang menurut perspektif HI, orang Papua bukan subjek HI
(negara). Jadi, TPN-OPM, seperti GAM di Aceh itu dapat saja dimusnahkan
Pemerintah.
Dalam arti ini orang Papua boleh melakukan permainan opini tapi tidak
boleh lakukan tindakan-tindakan yang menjurus pada mengancam keutuhan
negara, seperti mendirikan sebuah Negara Papua. Tapi kita bisa
kembangkan kemampuan demokrasi, seperti memberdayakan kearifan lokal,
menyampai pikiran di depan umum dan menulis sesuatu,” tambah Reba. (Ernest Pugiye)
0 komentar